Opini: Pilatus, Yah Kita

Kita cendrung tidak menginginkan suatu masalah berlama-lama di depan kita. Kita ingin agar orang lain saja menyelesaikannya. Pilatus menggeserkannya kepada Herodes. Kita menggeserkannya kepada atasan kita.

Penulis: Bernardus Tube Beding (Foto: Dokumen Pribadi)

Oleh: Bernardus Tube Beding

KALAU mau jujur, banyak di antara kita pasti bertanya, siapa Pilatus sehingga ia begitu terkenal dalam sejarah Gereja? Bahkan, bukan saja dalam sejarah Gereja. Namanya tercantum juga dalam Pengakuan Iman para Rasul, yaitu pengakuan yang setiap Minggu diucapkan oleh orang Kristen di seluruh dunia dalam perayaan Ekaristi dalam doa Aku Percaya.

Kita membayangkan saja kalau seluruh umat Kristen di seluruh dunia berjumlah satu miliar dan setiap hari Minggu separuhnya mengikuti ibadah atau perayaan kebaktian. Hitunglah sendiri berapa lidah yang mengucapkan nama ini. Dan itu baru dalam satu hari Minggu. Kita belum menghitung lagi waktu-waktu di mana namanya tetap diucapkan selama doa pribadi dan doa bersama, bahkan selama Gereja ada.

Berdasarkan kedudukan, sebenarnya kedudukannya tidak terlalu tinggi. Ia memang termasuk dalam hirarki pemerintahan Romawi pada waktu itu. Namun, kedudukannya hanyalah “Wali Negeri”, pangkat yang sedikit lebih rendah dari gubernur. Karena Palestina berada di bawah jajahan Romawi, maka ia ditugaskan oleh Kaisar Romawi untuk menjadi wali negeri itu.

Konon, pada suatu hari dibawalah kepadanya seorang “penjahat”. Orang itu begitu tidak berdaya. Para penuduhnya menyampaikan tuduhan yang dalam masa itu sangat berbahaaya. “Ia menyesatkan bangsa kami,” demikian tuduhan itu.

Artinya, itu tuduhan subversip. Bukan hanya itu. Ia juga, demikian dituduhkan, menghasut bangsa ini untuk tidak membayar pajak kepada Kaisar. Ini juga bukan tuduhan main-main. Tidak membayar pajak berarti mengurangi pendapatan negara. Dan kalau pendapatan negara kurang, segala pembiayaan negara, termasuk peperangan-peperangan yang harus dilakukan untuk memelihara territorial negara juga tidak dapat dilakukan. Ini sangat berbahaya.

Lambat atau cepat negara akan disebu sewaktu-waktu. Akibatnya, negara bisa hancur.
Tetapi ada lagi satu tuduhan lain yang jauh lebih serius. “Tentang dirinya, Ia mengatakan bahwa Ia adalah Kristus, yaitu raja.”

Barangkali Pilatus sendiri tidak terlalu mengerti apa yang dimaksud dengan “Kristus”. Tetapi “Raja”, ia sangat paham. Dan siapakah Raja yang diakui kekuasaannya selama ini selain Kaisar Romawi, yang dalam sapaan sehari-hari biasa disebut “Kurios”?

Wah, sangat berbahaya, apalagi ada orang lain yang memproklamasikan diri sebagai Raja di samping Raja yang telah ada. Di sini tidak hanya dipersoalkan apakah ini etis atau tidak, tetapi inilah kejahatan yang tidak dapat diampuni. Satu-satunya hukuman bagi orang seperti ini adalah hukuman mati.

Heran sekali bahwa Pilatus tidak mendapatkan kesalahan sedikitpun pada orang itu. Bagaimana ia memeriksanya, tidak dikatakan apa-apa kepada kita. Tetapi, pastilah orang-orang Romawi mempunyai prinsip-prinsip keadilan yang harus diterapkan. Berdasarkan prinsip itu, Pilatus mengumumkan bahwa orang itu tidak bersalah.

Apakah dengan demikian, Ia dilepaskan? Sama sekali tidak. Pilatus terlalu peka terhadap teriakan-teriakan para penuduhnya. Tetapi ia tidak peka terhadap suara keadilan. Tetapi lalu bagaimana? Oh ya, ia menemukan jalan. Bukankah orang ini orang Galilea? Artinya ia masih berada di bawah yurisdiksi Raja Herodes. Kalau begitu, gampang saja, pikir Pilatus. Ia menemukan satu ide cemerlang. Kirim saja dia ke Herodes.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *