Hari Pertama ICHELAC 2025 Angkat Isu Kekerasan Bahasa dan Misi Gereja Indonesia di Belanda

Dengan pendekatan linguistik forensik, ia menjelaskan bagaimana analisis mikro (fonologi, morfologi) hingga makro (pragmatik, wacana) dapat digunakan sebagai bukti dalam proses hukum.

Hasil Tangkapan layar saat Dr. Fransiska Widyawati, dosen Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng mempresentasikan Materi (Foto: Panitia)

MANGGARAI,TERASNUSA.com-Hari pertama pelaksanaan The 5th International Conference on Humanities, Education, Language, and Culture (ICHELAC) 2025 menghadirkan dua pembicara kunci yang mengangkat isu-isu global yang relevan dan mendesak: kekerasan bahasa dalam ranah digital dan fenomena misi terbalik dari Indonesia ke Eropa.

Kekerasan Bahasa di Era Digital: Tinjauan Forensik

Prof. Dr. I Wayan Pastika dari Universitas Udayana tampil sebagai pembicara utama pertama dengan topik “Language Violence and Language Crime in Indonesia”.

Ia menekankan bahwa kekerasan verbal, meski sering kali tak terlihat, memiliki dampak sosial yang serius dan belum sepenuhnya diakui oleh hukum.

“Ucapan yang mengandung pelecehan seksual, hoaks, ancaman, hingga ujaran kebencian merupakan bentuk nyata dari kejahatan bahasa,” ujarnya.

Prof. Pastika menyoroti peran media sosial sebagai medium utama penyebaran kekerasan verbal, merujuk pada data Kementerian Komunikasi dan Informatika (2021), yang menunjukkan bahwa 63% aduan publik berkaitan dengan pencemaran nama baik, 40% terkait pornografi, dan 35% menyangkut isu SARA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *