Feature: Menapak Jejak Persaudaraan di Golo Curu: Diksi, Budaya, Ritme Cinta, dan Harapan

GAMMASANDO Goes to Golo Curu menjadi momen reflektif yang menyatukan semangat persaudaraan, kepedulian ekologis, dan kekayaan budaya lokal. Sebuah perjalanan spiritual, sosial, dan penuh cinta menuju masa depan Indonesia Emas 2045

Pangan lokal menjadi ajakan diam untuk kembali pada akar. Bahwa mencintai Indonesia bukan hanya lewat wacana besar, tetapi dalam kesetiaan terhadap hal-hal sederhana, apa yang kita makan, apa yang kita rawat, apa yang kita wariskan. Itulah cara sederhana mencintai Indonesia, namun berdampak bersar terhadap alam dan sesama.

Harapan: Refleksi Ekologis untuk Generasi Baru

Dalam keheningan spiritualitas, katekese bertema Ekologi Integral hadir sebagai ajakan untuk merefleksikan kembali hubungan antara manusia dan alam.

Dipandu oleh Oktavianus Budiman Hibur dan Inosensius Serman, sesi ini menjadi titik balik bagi banyak peserta yang mulai menyadari: bahwa bumi bukan tempat tinggal yang diam, tetapi sahabat yang berbicara, jika kita mau mendengarkan.

“Kami ingin menyalakan kembali kesadaran,” ujar Oktavianus. “Bahwa menjadi muda bukan alasan untuk abai terhadap lingkungan. Justru dari usia muda-lah perubahan harus dimulai.”

Di tengah tantangan global, dari krisis iklim hingga kerusakan ekosistem, Golo Curu menjadi ruang suci untuk menggali harapan. Harapan yang lahir bukan dari ilusi, tapi dari komitmen nyata untuk hidup selaras dengan ciptaan.

Ritme Cinta: Melangkah Bersama, Berdoa Bersama, Bertumbuh Bersama

Puncak kegiatan adalah doa Rosario bersama di puncak Golo Curu. Dalam balutan hembus angin dan gemuruh doa yang menyatu, terasa betapa cinta itu bukan hanya tentang rasa, tetapi tentang ritme yang dijalani bersama, melangkah bersama, diam bersama, dan percaya antar sesama.

Ketua Panitia, Hironimus Wanming, menyebut kegiatan ini sebagai ruang suci yang menyatukan keletihan dengan kekuatan baru. Ketua Umum GAMMASANDO, Safrianus Satrio Subur, menambahkan,

“Kita belajar bahwa cinta kepada sesama dan bangsa harus diwujudkan dalam aksi nyata, bukan hanya dalam kata.”

Feliks Hatam, moderator GAMMASANDO, melihat momen ini sebagai latihan kepemimpinan yang otentik.

“Kegiatan ini melatih kepekaan, bukan hanya pada organisasi, tapi pada manusia dan lingkungan. Ini adalah bentuk pendidikan karakter yang tidak diajarkan dalam kelas.”

Dan akhirnya, dalam senyap yang penuh makna, Pelindung GAMMASANDO, Eliterius Sennen, mengirimkan doa dan harapannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *