Indeks

Opini: Kamis Putih Buat Pemimpin Pemerintahan

Para pemimpin pemerintahan perlu menyadari, bahwa menyadari bahwa masyarakat adalah diri mereka sendiri.Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan masyarakat Indonesia adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan mereka juga.

Penulis: Bernardus Tube Beding (Foto: Dokumen Pribadi Penulis)

Penyangkalan Allah atau agama bukan lagi sesuatu yang asing. Justru hal itu tidak jarang dianggap sebagai tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan atau semacam humanisme baru. Di banyak wilayah, hal itu tidak saja dicetuskan dalam dalil-dalil para filsuf, tetapi memangaruhi secara luas sastra, seni, tafsiran ilmu-ilmu manusia, serta sejarah dan perundangan negara sendiri sedemikian rupa, sehingga banyak orang dikacaukan olehnya.

Harapan dan Kecemasan

Berbagai perubahan yang tengah berlangsung bersifat mendua, memberi harapan, tetapi satu sisi mencemaskan. Boleh dikatakan, masyarakat Indonesia memiliki harapan, karena kemampuan mengatasi permasalahan hidupnya dengan nalar dan bakat pribadi yang cukup.

Pengembangan nalar dan potensi lain memampukan masyarakat Indonesia menciptakan sarana dan pra sarana untuk menanggulangi masalah kehidupan dan penghidupan untuk meningkatkan taraf dan kesejahteraan hidupnya.

Timbul juga kesadaran bahwa masyarakat Indonesia, apa pun ras dan latar belakangnya di mana pun wilayah asal dan tempat kediamannya, pemerintah maupun rakyat sama-sama memiliki rumah bangsa Indonesia, memiliki ideologi yang sama, yakni pancasila. Karena itu, perlu keja sama untuk menemukan jalan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara demi kepentingan dan kelayakan hidup seluruh rakyat Indonesia.

Solidaritas antarkelompok, dialog dan kerja sama dalam iklim saling menghargai dicanangkan dan diyakini sebagai keharusan.
Namun, tanpa disadari bahwa perkembangan SDM tidak selalu dapat dikuasai dan diarahkan untuk kepentingan bersama.

Ada saja pihak yang ingin memanfaatkan semua itu demi kepentingan diri dan keluarganya. Tanpa terkecuali para pemimpin pemerintahan maupun pemimpin lembaga-lembaga kehormatan terbius oleh tawaran rupaih dalam jumlah fantastik. Demikian pula, situasi ketidaksamaan, penindasan, perampasan, korupsi, kolusi, nepotisme, perbedaan ideologi, kelompok yang satu tidak selalu dapat hidup serasi dengan kelompok yang lain dalam satu wilayah tertentu.

Situasi dan kondisi kehidupan masyarakat kecil, keluarga-keluarga di pedasaan Indonesia belum mencapai taraf kemajuan dan kesejahteraan hidup, lantaran kelimpahan potensi alam yang mereka miliki diuasai oleh para cukong, orang-orang asing, dan para penguasa.

Akibatnya, masih banyak yang disiksa kelaparan, dan kekurangan akibar kekuasaan dan kebijakan yang belum tepat sasar. Banyak kaum muda dan anak-anak yang memiliki kemampuan dan keterampilan, tetapi tidak diberi kebebasan berpendidikan secara gratis.

Berbagai kebijakan pemerintah dipandang belum menjawab dan memenuhi harapan masyarakat yang sesungguhnya. Dunia Indonesia sepertinya sedang ditarik ke kutub-kutub yang bertentangan politik, sosial, ekonomi, ras, ideologi, dan adanya bahaya penindasan struktural pemerintahan dengan kekuatan-kekuatan kemanusiaan.

Situasi mendua yang dirasakan masyarakat Indonesia menimbulkan “ketidakserasian” besar antarlapisan masyarakat, terlebih antara “omon-omon”, kebijakan, dan tindakan nyata.

Ketidakserasian antara masyarakat yang kaya dan miskin, yang berpendidikan dan tidak berpendidikan, membawa dampak saling curiga dan permusuhan, konflik dan malapetaka, yang korbannya adalah “yang lemah dan tidak memiliki banyak”. Berbagai wujud patologi tercermin dalam sikap dan tindakan para pemimpin pemerintahan yang belum pro pada rakyatnya.

Exit mobile version