Kita cendrung tidak menginginkan suatu masalah berlama-lama di depan kita. Kita ingin agar orang lain saja menyelesaikannya. Pilatus menggeserkannya kepada Herodes. Kita menggeserkannya kepada atasan kita.
Kedua, kita juga dengan mudah mencari keuntungan-keuntungan politik dan ekonomi dengan mengurbankan orang lain. Kita dapat saja merekayasa tuduhan-tuduhan terhadap orang itu, walaupun dalam kenyataannya ia sama sekali tidak melakukannya seperti apa yang dituduhkan. Karena ini memang rekayasa, maka sudah dapat dipastikan bahwa keuntungan akan berada pada tangan kita.
Ketiga, betapa tidak beraninya kita untuk mempertahankan pendirian, walaupun alasan-alasan untuk itu sudah sangat jelas. Kita lebih tunduk kepada keriuhrendahan dan kecendrungan umum yang diwakili oleh orang banyak karena kita takut kehilangan kekuasaan maupun kawan. Pilatus rapuh dalam pendirian. Karena itu, ia gampang tunduk, walaupun ia juga masih berusaha untuk mempertahankan kebenaran.
Keempat, ternyata iming-iming kuasa jauh lebih kuat ketimbang hati nurani. Pilatus walaupun sangat jelas memakai prinsip keadilan dengan bisikan nuraninya tidak menemukan kesalahan sedikitpun pada orang itu, namun dia harus tetap dijadikan kurban sebab kuasa selalu membutuhkan itu. Betapa banyaknya juga orang-orang yang dijadikan kurban hanya karena kaum penguasa tidak mau mengurbankan kekuasaan mereka dan tidak bersedia kehilangan muka.
Kelima, kita selalu cendrung memeliharakan stabilitas, walaupun itu sangat semu dan mengurbankan keadilan dan kebenaran. Pilatus tidak ingin masyarakat memberontak dan dengan demikian stabilitas terganggu. Kalau begitu, orang ini harus dikorbankan.
Ketika setiap hari Minggu kita mengucapkan nama Pilatus, maka yang tergambar di depan mata adalah gambaran manusia itu sendiri. Yah, gambaran diri kita sendiri yang cenderung berperilaku seperti Pilatus.
Dalam hari-hari ini kita sedang berada dalam masa-masa yang memprihatinkan. Di antara sekian banyak persoalan yang kita hadapi, kita sedang sibuk dengan upaya-upaya membuktikan untuk keluar dari berbagai persoalan kemanusiaan, politik, dan pendidikan. .
Tentu saja, kita tidak akan sampai pada tuduhan-tuduhan bahwa pemerintah, siapa pun, atau kelompok tertentu sudah bersalah dalam berbagai persoalan yang dialami oleh masyarakat atau umat. Itu bukan pretense dari tulisan reflektif ini.
Namun, melalui tulisan ini, dan terutama karena kita sedang berada dalam masa-masa pekan suci, maka kita diajak untuk merenungkan secara serius siapakah diri kita sebenarnya. Mudah-mudahan peristiwa dan perilaku Pilatus memberikan banyak “teladan” kepada kita.
*)Penulis adalah Pendidik di Prodi PBSI UNIKA Santu Paulus Ruteng